Monday, January 14, 2019

Proses Menyapih Bang Essam | #JurnalParentingMadamabi


Holla…

Sama seperti proses menyusui, menyapih juga mengharuskan kita untuk putar otak, mantapkan hati, serta kuatkan mental. Aku ingin berbagi kisah, bagaimana memberhentikan pemberian ASI kepada Bang Essam. Fyi, anakku berhenti ASI ketika berusia 2 tahun 3 bulan. Metode yang diterapkan adalah diberi pemahaman, tanpa dioles pahit-pahit atau trick berdarah.



Sebelumnya, ini hanya sekedar sharing ya. Aku yakin setiap orang punya cara sendiri, dan setiap keputusan orangtua itulah yang terbaik untuk anaknya. Intinya, senyamannya kita menjalani dan senyamannya anak kita saja.
 
Berikut beberapa hal yang kami terapkan ketika ingin menyapih Bang Essam.

Kedua Orangtua Harus Satu Suara

Sebelumnya, aku dan suami intens membahas masalah ini. Berdiskusi dan saling bertukar pikiran, serta pendapat seputar masalah menyapih ini. Sebenarnya ini bukanlah hal yang sulit bagi kami, karena aku dan suami memiliki bekal pemahaman breastfeeding yang sama. Iya, kami berdua sama-sama mengedukasi diri ke DSA yang merupakan konselor laktasi. Jadi seperti apa pemahaman ASI-ku, seperti itu jugalah pemahaman suamiku.

Tapi, bukan berarti masalah ini tidak didiskusikan secara serius. Tetap perlu menyatukan patokan lain. Seperti, dimulai dari kapan? Bagaimana kalau tidak sesuai rencana? Karena kami harus sama-sama menyiapkan diri dan mental. Jadi jangan sampai, aku udah siap, tapi dia belum. Begitupun sebaliknya.

Satu hal lagi, kenapa peran bapak sangat diperlukan dalam proses menyapih? Karena ketika anak melihat orangtuanya tidak sependapat, besar kemungkinan untuk anak meminta pembelaan/dukungan kepada pihak yang bersebrangan.

Tetapkan Konsep dan Metode

Setelah sama-sama setuju dan satu pemahaman. Kami mulai memikirkan bagaimana caranya. Iya, karena metode menyapih ini banyak sekali kan? Tinggal memilih yang sesuai dengan keinginan dan kesiapan. Metode ini dibuat, agar kita lebih konsisten dengan keputusan diawal. Tidak terombang-ambing ditengah jalan.

Untuk masalah menyapih, kami sepakat. Jangan dipaksa. Perlahan dan santai saja. Tidak pakai trick pahit-pahit, maupun pura-pura berdarah, ataupun sakit. Kami berusaha untuk menjelaskan kepada Bang Essam, kenapa dia harus berhenti menyusui langsung. Karena menyusui itu untuk anak bayi sampai dengan usia dua tahun. Selebihnya dia minum susu melalui gelas. Ya apa adanya ajalah. Begitu ya begitu.

“Abang nanti kalau sudah dua tahun, minum susunya dari gelas ya. Kalau menyusui sama mama, itu waktu masih bayi. Kalau udah dua tahun, kamu bukan bayi lagi.”

Nggak jarang sih hal ini suka dianggap nggak masuk akal.

“Apaan sama anak kecil diomongin begitu. Emang paham?”

Ini sih udah makanan sehari-hari ya, dikomenin begini. Tapi kami memang yakin, anak kami bakalan paham. Percaya dan yakin saja. Orang bisa berkata apapun, tapi yang menanamkan “nilai” kepada anak, ya orangtuanya.
                                   
Mulai Dari Jauh-Jauh Hari

Karena memberi pemahaman itu memang tidaklah mudah. Kami juga yakin ini bukan proses yang instan. Akan memakan waktu yang panjang. Maka kami memulainya ketika Bang Essam berusia satu tahun setengah. Mulai saat itu, kami rajin membisikkan kepadanya kalau dia nanti akan berhenti menyusui langsung. Aku dan papanya secara bersamaan mengatakan hal tersebut kepadanya ketika akan tidur malam.

Awal-awal sekali, dia seperti tidak merespon. Dia hanya menatap kami, tidak serius, lalu kembali berceloteh tentang kegemarannya. Lama kelamaan, dia mulai ngeh dan paham. Awalnya sempat ada reaksi, “nan ma… nan pa..”(jangan ma… jangan pa…). Tapi karena memang masih jauh dari Hari H (saat dia berusia dua tahun), jadi kami tetap mengingatkan hal tersebut. Terus menerus sampai dia mengerti, tapi tetap memberi ruang untuk menerima dan mengerti.


Bantu Proses Pemahaman Dengan Ilustrasi Visual
                             
Pemahaman yang kami berikan kepada Bang Essam, tidak hanya berupa kalimat. Aku berusaha memberi gambaran situasi melalui gambar.

Pertama kami sering mencekoki dia tentang perbedaan bayi dengan anak seusianya. Kami tunjukkan foto ketika dia bayi, dan foto bayi-bayi lainnya yang kami jumpai dimana-mana. Seperti ketika berjalan-jalan, lali ada papan iklan produk bayi dan ada bayinya. "Bang lihat tuh, ada adek bayi. Kamu dulu juga bayi Bang. Sekarang sudah abang-abang".


Begitu juga ketika kami menginfokan, dia sudah berada di usia yang bagaimana. Kami menunjukkan gambar anak-anak seusianya. "Lihat nih, ini abang-abang seusia kamu ya nak".


Lalu kemudian masuk ke pokok permasalahan. "Bang itu ada adek bayi, adek bayi minum ASI ya sama mamanya. Kayak kamu dulu" sambil menunjuk poster kampanye ASI ekslusif di rumah sakit, ketika imunisasi.


Iklan susu di televisipun kami manfaatkan dalam proses menyapih ini. Walaupun Bang Essam tidak mengkonsumsi susu di iklan tersebut. Kami biasanya langsung menanggapi iklan sambil berucap, "Bang itu dia seusia kamu kan. Abang-abang. Dia minum susunya nggak dari mama-nya lagi nak".


Ketika Hari H

Tepat di malam, dimana keesokannya dia akan berusia dua tahu tiga bulan. Aku dan papanya spontan sepakat mulai memberhentikan ASI kepadanya. Sebelum tidur, kami bicara lebih serius lagi kepadanya, dengan penekanan kata-kata yang lebih dalam.

“Abang, malam ini tidurnya nggak pake mimik ya.” Kata kami berdua.

Responnya? Manyun tapi diam. Lalu kami peluk sambil dielus-elus kepalanya. Tanpa diduga-duga dia tertidur dengan mudahnya. Sampai disini kami senang, sekaligus kaget. Jujur ya, menidurkan tanpa menyusu itu, adalah hal yang paling aku cemaskan. Aku sempat nggak yakin dia akan bisa tidur tanpa menyusu. Ternyata, semuanya dimudahkan. Alhamdulillah.

Tapi ketenangan itu tidak berlangsung sepanjang malam. Sekitar tengah malam, dia mulai merengek sambil tidur. Meraung-raung kecil tapi mata terpejam. Tapi kami tetap mengelusnya. Syukurnya dia kembali tidur, namun tampak gelisah.

Keesokan paginya, dia terbangun dengan mood yang seperti orang galau. Tapi tidak minta menyusu. Ketika aku gendong sambil peluk, dia kembali tenang dan bangun seperti biasa.

Hal tersebut hanya berlangsung di hari pertama. Keesokan harinya dia seperti sudah mengetahui situasi. Alhamdulillah, drama menyapih tidak berlarut.

Kasih Kelonggaran Sedikit

Semuanya memang mengandalkan proses adaptasi. Lagian bukan berarti setelah sudah berhasil mengerti. Lalu sama sekali tidak boleh menyusui lagi, dia tetap boleh kangen. Pastilah, kadang dia merindukan bergelendotan dan mengenang masa-masa menyusui dulu. Nggak usah cerita anaknya, mamanya aja kadang masih ingin menyusui dan kangen kok.

Kalau begini, sebulan dua bulan dari berhasil menyapih, masih aku berikan. Tidak konsisten? Entahlah, tapi aku merasa ini proses yang santai. Yang penting selalu diingatkan, kalau tidak bagus lagi anak seusianya menyusui.  

======================================================


Saat ini Bang Essam sudah berusia dua tahun delapan bulan. Asupan ASI sudah berhasil digantikan dengan susu UHT. Terkadang memang masih sering merayu untuk menyusui langsung, tapi begitu diberi kode “tidak boleh” dia langsung tersenyum sadar. Hahaha.

Nah, parents gimana dengan proses menyapihnya? Share di komentar yuk. Sharing is caring.

XOXO



Madamabi___

1 comment:

  1. surprise aku sama cerita madam waktu kita semobil tentang bang proses menyapih bang essam.. bahwa abang essam sepengertian itu. bener kali madam, terkadang kalo kita komunikasi sama anak kita depan orang, suka diketawain, dibilang anak masih kecil mana lah paham. kenyataannya anak sangat amat paham biarpun nggak nampak eskpresinya.

    ReplyDelete

Hai. Terimakasih sudah membaca postingan ini. Silahkan memberi komentar yang baik dan tentu saja sopan ya dear. 😘

Review: Tavi Urban Shield 3 In 1 Super Fine Mist

Face mist adalah salah satu produk skincare yang menurutku experiencenya selalu menyenangkan dan cukup memanggilku sebagai si pemilik kulit ...