Belakangan lagi anget banget ya, di berbagai sosmed, aku lihat pada bahas kontroversi lahiran normal vs sectio. Entah siapa yang memulai menghidupkan polemik, yang sesungguhnya udah jadul banget ini. Tapi makin hari, semakin berseliweran aja. Dalam hati sih, ya ampun. Masih ini aja deh. Beggh. CLBK, cerita lama bersemi kembali. Dan semakin megar kelopaknya.
"Wadaw!!! Masih aja yak???"
Yang bikin merinding, bahkan sampai ada yang share kisah seorang ibu yang tidak tahan di judge karena proses kelahiranya. Si ibu tersebut sampai kehilangan akal sehatnya. Mengalami gangguan kejiwaan. Ada yang bilang lebay, kurang kuat iman. Tapi pengalamanku menghadapi dan menjalani mommy life ini, ya memang sesemrawut itu. Sampai bisa kehilangan akal sehat memang.
"Memang se-semrawut itu. Sampai bisa kehilangan akal sehat. Catetttt!"
Hal ini tuh bikin aku jadi gemes sendiri. Kenapa? Seolah-olah seperti memandingkan mana yang terbaik. Mana yang paling sering dipergunjingkan. Dan juga mana yang paling makan hati. Masih aja ya hal kayak begini dipermasalahkan? Heran deh, dari jaman aku kecil sampai aku beranak kecil. Pembahasan kok ya nggak ganti-ganti.
Baiklah, pengen bahas dari sudut pandang si lahiran normal. Aku nggak mau membadingkan mana yang lebih dan mana yang buruk. Karena jujur menurutku, sama aja sih buruknya. Kalau orang mau komentar, apapun itu ya, salah! Ya kayak ceritaku ini.
"Cerita dikit ya..."
Oke. Aku memang selama hamil memang pro dan ngebet banget lahiran normal. Segala hal diusahakan lahiran normal. Aku yakin, ini tidak hanya padaku. Banyak juga (nggak semua, memang) teman dan saudaraku juga melakukan hal yang sama. Maunya lahiran normal. Tapi tetap kan ya, kita hanya berusaha. Yang, nentuin ya Allah juga. Lagian lempengin aja. Yang penting ibu dan bayi selamat. Keluarga sejahtera. Usaha, bener. Ngotot, jangan.
Akupun sempat dihadapkan pada opsi untuk lahiran sectio, karena bobot bayi melonjak drastis pada kurun waktu tidak sampai sebulan di trimester ketiga. Kita sih, deg-deg-an ya. Deg-deg karena takut bobot yang drastis itu mempengaruhi kesehatannya. Tetap pasrah walaupun sectio, tapi tetap usaha juga untuk mencari solusi bersama dokter obgyn kita. Saat itu kandungan masih diusia (sekitar) hampir delapan bulan, si dokter menyarankan aku untuk diet karbo.
Bukan nggak konsumsi karbo sama sekali. Tapi dikurangi. Tidak mengkonsumsi karbo seperti mie-mie ataupun bolu-bolu sama sekali, sampai lahiran tiba. Lalu dipantau setiap dua minggu sekali. Biasanya kan kontrol kehamilan itu sebulan sekali ya.
Ketika kontrol di dua minggu pertama, bobot bayi masih naik sekitar 250 gram. Sekitar 3,2 kilogram, sedangkan due date masih 4 minggu lebih lagi. Itu masih zona merah dan kita masih was-was. Dititik ini aku dan suami, udah seperti fix nggak ada harapan normal. Kita booking rumah sakitpun dengan ancang-ancang untuk sectio. Walaupun tetap menunggu tanda-tanda alami si bayi mau keluar.
Singkat cerita. Sekitar kurang satu minggu, dari due date. Aku mengalami kontraksi yang serius, ditambah dengan lendir disertai flek berwarna pink. Lalu segera kerumah sakit, dan diobservasi. Alhamdulillah kontraksi berjalan normal dan pembukaan stabil. Tidak menunjukan tanda-tanda sectio. Dan tiba waktu magrib, bayipun lahir secara normal, namun vakum.
Nah, dari ceritaku diatas apakah aku kontra dengan sectio, walaupun aku lahir normal? Kita udah hampir melakukan hal tersebut (sectio), karena bobot si bayi. Ya tapi takdir itu kan bukan kami yang atur. Semua berjalan secara halus di detik-detik terakhir.
"Tidak menjalani, bukan berarti menyalahkan!"
Karena lahiran normal, sering sih dianggap kontra bahkan benci dengan orang yang lahiran secara sectio. Waduh, nggak urusanku pulak tuh ngurusin cara lahiran orang. Toh dia bayar sendiri. Bukan kubayari bok.
Lalu, karena mendapat tindakan vakum. Ya terdengar juga di telinga kalau disebut memaksakan keadaan. Jadi tuh dibilang, vakum karena sebenarnya nggak bisa lahiran normal tapi maksa. Beuh. Aku mah udah mules parah, mau diapa-apain juga serah deh. Nggak milih-milih. Tapi ya memang dokter yang memutuskan aku bisa tetap lahiran normal, karena bukaan udah lengkap dan kepala bayi udah nongol. Cuma kurang tenaga aja, jadi bantu tarik dengan vakum. Dan itu wajar kan ya, apalagi anak pertama. Masih masuk dalam prosedur medis.
Selain itu, derita nggak sampai itu aja. Ya dianggap buang-buang waktu lah. "Ngapain sih buang waktu lahiran normal, kan sectio bentar aja. 10 menit siap." Pengen balas, "Ngapain sih komentar, idupmu aja ..... ". Ah sudahlah. Wkwk.
Belum lagi, anak kita dikatain anak murah. Karena kan biaya lahiran normal di bawah lahiran operasi. Jadi anak murah. Plus, embel-embel orangtuanya pelit. Wkwkwk.
"Kan jadi cedih..."
Jadi, yang ingin aku katakan hanya. Mau sectio, mau normal. Kalau kita baru lahiran, apalagi anak pertama. Jelas ya kita sasaran empuk. Tetap dijulidin. Jangan stress. Jangan merasa tersaingi. Apalagi merasa gagal. Buang jauh-jauh perasaan insecure. Ini mah penyakit orang-orang aja. Apapun bakalan salah. Apapun jalan yang kamu pilih, ya tetap ada spekalusi negatif. Tetap disiksa moms!
"Baru lahiran. Anak pertama pulak! Ya sasaran empuk! Apapun jalan yang dipilih."
Tapi, pilihan orang kan beda-beda ya kan? Namanya juga beda orang, beda permasalahan. Beda keputusan. Lagian mau normal ataupun sectio, sama-sama prosedur medis. Ada aturannya. Ada resiko dan keuntungan masing-masing. Punya pros & cons sendiri. Lagian heran juga sih, memang harus banget sama ya? Harus banget idup ini seragam? Harus senasib, baru mengerti? Nanya aja sih.
Dan, untuk moms yang belum lahiran atau sedang menunggu waktu lahiran. Lempeng aja moms. Jangan ber-ekspektasi apapun tentang pilihan lahiranmu dimata netijen. Cukup keputusan kamu dan suami. Kalau keluarga seperti orangtua dan mertua memiliki sudut pandang yang sama, ya monggo. Pokoknya nggak usah dengerin deh, orang-orang yang tidak berkontribusi apapun. Tapi dia datang lalu berkicau, kemudian blasss ngilang. Meninggalkan segala penghakiman dan perasaan bersalah kita.
Pokoknya sih gitu, apapun itu ya salah aja. Wkwk. Jadi selow.. Santai.. Karena habis masalah pilihan jalan lahir, akan ada kontroversi ASI apa sufor? Lalu lanjut MPASI home made apa instan? Kemudian BLW apa makan disuapin sambil gendong? Lanjut lagi, ibunya kerja apa stay at home? Gitu terus sampe kuliah. Negeri apa swasta? IPA apa IPS? Kemudian pas anak nikah, se-suku apa beda suku. Lelah mak. Emang udah nasib, apapun yang terjadi akan menjadi problematikan kehidupan yang nggak ada habisnya.
Me time dulu, biar nggak meleng. No baper-baper squad ya mak. Hempas manja para toxic squad.
XOXO
Madamabi___
No comments:
Post a Comment
Hai. Terimakasih sudah membaca postingan ini. Silahkan memberi komentar yang baik dan tentu saja sopan ya dear. 😘