Holla..
Aku sering sekali bahas tentang hal ini sama salah seorang teman. Tentunya teman yang sefrekuensi dong ya. Makanya yang dipikirin pun sama. Haha. Yaitu, tentang bagaimana memantapkan hati atas perdebatan orang lain terhadap keputusan yang kita ambil.
Lah ngapain dipikirin?
Teorinya begitu. Ngapain dipikirin. Itu hak kita.
Iya.. Iya... Iya... Tauk!
Tapi kenyataan memang tak semudah itu Loreta (jangan tanya ini siapa ya... Wkwk).
Ya ada aja memang... Hal yang sebenarnya hak pribadi kitapun, rasanya sangat mudah ditembus oleh orang lain.
Contohnya seperti, untuk urusan memilih jurusan pendidikan. Apa yang akan kita kerjakan, atau mau kerja apa dan di mana. Seperti apa pesta pernikahan kita. Bagaimana cara kita berinteraksi dengan pasangan. Bagaimana cara kita menjalani pernikahan. Keputusan kita tentang anak, jumlah anak dan cara mendidik anak. Bahkan pakaian seperti apa yang kita kenakanpun, rasanya bisa dicampuri banyak pihak.
Dalihnya sih:
"Demi kebaikan".
"Sekedar mengingatkan" (basi).
"Kan aku uda alami duluan, jadi tau" (oh oke!).
Sulit emang ya kadang (kadang). Mau terlalu kekeuh, takut takabur. Mau ngikutin, kok ya hati menolak. LOL.
Mmmm... Mungkin kita harus semakin ingat ya. Setiap orang menjalani hidup dengan pengalaman, cara pandang, bahkan memory masa lalu yang melekat dikepalanya, sendiri-sendiri (dan ini bagian terberat dalam setiap diri manusia, tul gak?). Pasti satu sama lain berbeda. Mirip mungkin. Sama persis, aku sih yakin nggak.
Jadi jelas, cara menjalani dan menghadapinya juga berbeda-beda.
Karena memang, hidup bukan ilmu pasti. Tidak sesederhana satu tambah satu sama dengan dua. Ada banyak unsur-unsur lain yang membuatnya jadi tidak sepasti itu. Dalam dunia pendidikanpun, masalah kehidupan itu dikategorikan dalam ilmu sosial yang sifatnya relatif. Tolak ukurnya beragam. Ngga sama lah intinya.
Menentukan pilihan itu, menurutku mudah ya. Karena kita pasti tahu apa yang kita mau. Tapi bagian sulitnya adalah, memantapkannya. Karena di bagian mantepin hati ini, kita dibayang-bayangin hal lain. Yang seringnya berada di luar diri kita.
Tapi...
Mantapin aja hati kita masing-masing atas setiap pilihan yang kita ambil. Omongan orang, ambil baiknya aja. Mungkin ada insight yang ngga terlihat oleh kita sebelumnya. Walaupun memang sulit untuk melihat pesan baik dari sebuah pergunjingan, bukan?
Banyak-banyakin tarik nafas dalam aja deh.
Sebaliknya juga, hidup orang lain ya miliknya. Bisa saja, sebenarnya Tuhan juga sedang mengingatkan kita dari apa yang terjadi di sekitar kita.
Dari sini, mungkin kita bisa lebih bijak. Untuk tidak (berusaha) memberi masukan atau solusi kalau ngga ada yang minta. Kalaupun diminta, ya bolehlah kasih masukan. Tapi tetap ngga campur maksa atau ngotot kalau caramu wajib dieksekusi sama dia.
Kalau ingin sekali meluapkan isi kepala tentang sesuatu hal. Banyak cara yang lebih bijak kok. Menulis diary atau blog, misalnya.
Lebih mikir juga untuk mengumbar kehidupan (apapun itu) sama khalayak ramai. Karena hal itu secara ngga langsung, membuat orang lain "merasa berhak" untuk masuk ke kehidupan kita. Ya kita juga yang ngelihatin kan. Tapi ini berlaku untuk orang-orang yang males hidupnya diramaikan orang ya. Kalau ngga masalah. Ya ngga apa.
Kalau udah usaha menjaga hidup kita, tapi masih ada aja yang berusaha ngerecokin? Berarti kita berada di dekat toxic people. Siap-siap berberes lingkaran pertemanan dan pergaulan.
XOXO
Madamabi___
No comments:
Post a Comment
Hai. Terimakasih sudah membaca postingan ini. Silahkan memberi komentar yang baik dan tentu saja sopan ya dear. 😘